![]() |
| Add caption |
PEMANFAATAN
TEKNOLOGI KESEHATAN
PAPER
oleh
Dina Amalia
NIM 122310101037
PROGRAM
STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS
JEMBER
2014
PEMANFAATAN
TEKNOLOGI KESEHATAN
PAPER
Fasilitator: Ns Ratna Sari Hardiani,. M.Kep
diajukan
guna melengkapi tugas Pemanfaatan Tekhnologi dalam Keperawatan
oleh
Dina Amalia
NIM 122310101037
PROGRAM
STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS
JEMBER
2014
OPTICAL COHERENCE TOMOGRAPHY (OCT)
OCT merupakan alat diagnostik modern dengan teknik
pencahayaan menggunakan resolusi tinggi untuk menvisualisasikan perubahan yang
terjadi akibat suatu penyakit pada retina mata. Alat ini tidak kontak langsung
dengan bola mata sehingga dapat mengurangi efek samping yang merugikan mata.
Pemeriksaan OCT
(Optical Coherence Tomography) untuk menilai lapisan-lapisan
saraf penglihatan. Dilakukan pemeriksaan OCT (Optical
Coherence Tomography) pada pasien untuk mengetahui kelainan pada
lapisan-lapisan saraf mata. Pasien diharuskan fokus melihat objek yang ada
didalam alat hingga pemeriksaan selesai.
OCT awalnya diterapkan untuk pencitraan dalam
oftalmologi ( Swanson et al 1993 , Fercher et al 1993a) Kemajuan teknologi OCT
telah memungkinkan untuk menggunakan OCT dalam berbagai aplikasi . Aplikasi
medis masih mendominasi ( Fujimoto et al 1995 , Fujimoto et al 1999a , b ,
Bouma dan Tearney 2002a ) . Selain teknik topografi permukaan terkait erat ,
hanya beberapa aplikasi OCT non - medis telah diselidiki sejauh ini. Keunggulan
spesifik OCT dibandingkan dengan teknik optik alternative adalah :
1. Resolusi
kedalaman independen dari aperture sampel balok .
2. Gerbang koherensi secara substansial dapat meningkatkan kedalaman
probing dalam media penghambur .
Keuntungan
dari OCT dibandingkan dengan modalitas pencitraan non- optiknya yaitu:
1.
kedalaman tinggi dan resolusi
transversal,
2.
kontak-bebas
dan operasi non - invasif
3.
Fungsi
kontras gambar dependen. Teknik kontras terkait didasarkan pada pergeseran
frekuensi Doppler, polarisasi dan tergantung panjang gelombang - hamburan
balik.
Kerugian utama dari OCT dibandingkan dengan modalitas pencitraan
alternatif dalam pengobatan adalah keterbatasan kedalaman penetrasi di media
hamburan. Selain itu didapati OCT memiliki perkembangan dalam penggunaannya
seperti:
1. Pemanfaatan OCT di bidang
oftalmologi
Oftalmologi
masih mendominasi bidang OCT biomedis. Alasan yang paling penting untuk itu
adalah transmitansi tinggi dari media okular. Alasan lain adalah kepekaan
interferometric dan presisi dari OCT yang cocok, cukup baik dengan kualitas
optic dari struktur ofalmologi yang banyak. Selanjutnya adalah independensi
resolusi kedalaman dari sampel balok aperture yang memungkinkan sensitivitas
tinggi struktur lapisan perekaman pada fundus mata (Puliafito et al 1995). Oleh
karena itu, OCT sudah menjadi alat rutin untuk pemeriksaan pada khususnya, dari
bagian posterior mata. Pada segmen anterior mata OCT dapat membantu untuk
menggambarkan dan mengukur rincian patologi kornea dan perubahan struktural
dari sudut ruang dan iris (Hoerauf et al, 2002).
2.
Biopsi OCT dan OCT fungsional
Biopsi eksisi memaksakan masalah seperti
resiko sel kanker menyebar, infeksi dan perdarahan. Biopsi optikal menjanjikan untuk menilai
jaringan dan fungsi sel dan morfologi in situ. OCT menawarkan properti seperti
resolusi tinggi, kedalaman penetrasi yang tinggi, dan potensi untuk pencitraan
fungsional dianggap sebagai prasyarat untuk biopsi optik. Standard OCT
dapat memperjelas morfologi jaringan yang relevan (Fujimoto et al, 2000).
Banyak penyakit, termasuk kanker pada tahap awal, membutuhkan resolusi yang lebih
tinggi untuk diagnosis yang akurat (Bouma dan Tearney 2002b). Resolusi
ultra-tinggi Oktober (Drexler et al, 1999), oleh karena itu, merupakan langkah
penting menuju biopsi optik seperti (Fujimoto et al 1995).
3.
OCT non-medis
Koherensi rendah interferometri telah
digunakan dalam teknologi produksi optik dan bidang teknis lainnya. Sebagai
contoh, LCI atau 'gangguan cahaya putih' (Hariharan 1985) telah digunakan
selama bertahun-tahun dalam metrologi industri, misalnya sebagai sensor posisi
(Li et al 1995), untuk pengukuran ketebalan lapisan tipis (Flourney 1972), dan
untuk measurands lain yang dapat dikonversi menjadi perpindahan (Rao et al
1993). Baru-baru ini, LCI telah diusulkan sebagai teknologi kunci untuk tinggi
penyimpanan data kepadatan pada cakram optik multilayer (Chinn dan Swanson
2002).
Manfaat penggunaan alat OCT dalam bidang kesehatan tentunya sebagai
penunjang atau penegak diagnosa. Namun, dokter tidak dapat menegakkan diagnosa
kepada pasien dengan penyakit mata hanya dengan menggunakan pemeriksaan
penunjang OCT ini, dalam arti OCT ini tidak dapat berdiri sendiri dalam
mempelajari pasien dengan penyakit mata. Dokter mata yang menginterpretasikan
hasil cross-sectional retina harus mempunyai informasi lain yang membantu,
seperti umur pasien dan tajam pengelihatan, riwayat kesehatan, dan lan-lain.
Oleh karena itu, interpretasi OCT yang bagus memerlukan pengetahuan mengenai
riwayat penyakit, pemeriksaan mata lengkap, termasuk pemeriksaan biomikroskop,
foto fundus, dan sebagainya.
Dalam kasus diabetes retinopati, alat ini digunakan sebagai modalitas
pencitraan optik berdasarkan gangguan, dan analog dengan USG. Hal ini
menghasilkan gambar penampang retina (B-scan) yang dapat digunakan untuk
mengukur ketebalan retina dan untuk menyelesaikan lapisan utama, memungkinkan
pengamatan pada kebocoran, pembengkakan. OCT dapat menjadi modalitas
pemeriksaan bagi pasien DM untuk mengetahui kelainan yang telah terjadi pada
retina sehubungan dengan retinopati diabetik, dimana dinilai ketebalan retina,
ketebalan makula dan volumenya.
Manfaat OCT juga dalam mendeteksi membran epiretina, traksi vitreomakular,
hialoid posterior dan detachment foveola. Kelainan ini tidak dapat terlihat
pada fluoresein angiografi. Identifikasi kelainan ini penting untuk mendeteksi
CSME dengan traksi vitreomakular yang menjadi acuan untuk intervensi bedah
segera.
Berdasarkan penelitian dari Johns Hopkins menyatakan bahwa MRI sebagai alat
bantu diagnostik sebagi alat yang sempurna yang mengukur hasil dari dari
berbagai jenis kehilangan jaringan daripada kerusakan khusus saraf itu sendiri,
tetapi dengan OCT dapat melihat persis bagaimana syaraf yang sehat berpotensi
sebelum gejala lainnya.
Disaat melakukan
pemeriksaan pasien dengan menggunakan OCT sebaiknya pasien dan
keluarga diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan. Pasien diberi
gambaran tentang alat yang akan digunakan. Bila perlu dengan menggunakan kaset
video atau poster, hal ini dimaksudkan untuk memberikan pengertian kepada
pasien dengan demikian menguragi stress sebelum waktu prosedur dilakukan.
Dilakukan pemantauan melalui komputer dan pengambilan gambar dari beberapa
sudut yang dicurigai adanya kelainan.
a. Selama prosedur berlangsung pasien
harus diam absolut selama 10-15 menit.
b. Pengambilan gambar dilakukan dari dagu
meempel pada OCT dan mata tidak berkedip beeberapa detik
c.
Selama
prosedur berlangsung perawat harus menemani pasien.
d.
Sesudah pengambilan gambar
pasien dirapikan
Optical coherence
tomography (OCT) adalah
teknik pencitraan diagnostik medis yang memanfaatkan fotonik (photonics)
dan serat optik untuk mendapatkan gambar dan karakterisasi jaringan mata. Pada tomografi baru ini, saraf optik dan struktur retina digambarkan pada tingkat resolusi yang sangat tinggi dalam mengoperasionalkan alat kesehatan ini.
Lapisan anatomi retina dapat dibedakan dan ketebalan retina dapat diukur. OCT memberikan
kontribusi besar dalam bidang kesehatan yang dapat membantu dalam menegakkan
suatu diagnosa atu terapi laser. Prinsip kerja alat ini dimulai dengan adanya
alat koheren rendah yang berasal dari dioda superluminan (SLD) yang digabungkan
dengan interferometer fiber, yang
kemudian dipisahkan oleh serabut splitter pada suatu coupler menjadi ke jalur
acuan (reference) dan sampel
(measurement). Sinar dikombinasikan dalam
coupler dengan menggunakan cahaya pantulan (backscattered) dari mata
penderita. Kemudian kembali melalui retina dan mencapai detektor. Sinar yang terkirim ke reference arm (mirror) akan dipancarkan sejajar oleh lensa pada
keluaran reference arm. Setelah itu direfleksikan dari cermin dan ditangkap
kembali oleh lensa dengan dikombinasikan dengan sinar sample arm. Sinyal yang terbentuk diamati jika panjang lintasan
optik sesuai dengan panjang koheren dari sumber cahaya foto dioda yang kemudian
diproses. Dari proses tersebut didapatkan diagram
sistematik dari sistem OCT interferometer
fiber optic seperti gambar dibawah ini:
Prinsip Kerja
Sebuah
interferometer Michelson terdiri dari dua buah cermin yaitu M1 dan M2. Sumber cahaya S memancarkan cahaya monokromatik yang kemudian dibagi oleh pembagi sinar (beam splitter) M di titik C, di mana pembagi sinar (beam splitter) ini berupa cermin setengah-perak. M bersifat
setengah reflektif, sehingga berkas cahaya ada yang dipantulkan dan ada yang
diteruskan. Berkas yang dipantulkan menuju ke titik A sehingga terpantul
kembali oleh M1 dan berkas yang diteruskan menuju ke titik B
sehingga terpantul oleh M2. Kedua berkas tersebut bersatu kembali di
titik C' sehingga terbentuk pola interferensi yang terlihat oleh pengamat di
titik E (detektor). Sebagai aplikasi
atau penerapannya di bidang kesehatan adalah pada OCT (optical coherence
tomography) yang merupakan teknik pencitraan medis.
Gambar Prinsip kerja alat
Tetapi ada yang harus diperhatikan
selama menggunakan alat penunjang medis/ keperawatan ini. Analisis selular
OCT juga mampu menampilkan lapisan demi lapisan potongan melintang area sekitar
papil 360 derajat dengan resolusi tinggi. Analisis numerik ketebalan LSSR
mengacu kepada “ISNT rule” atau inferior, superior, nasal dan temporal rule
yang merupakan acuan standar yang digunakan untuk mendeteksi tanda-tanda awal
dari neuropati optik. Struktur seluler LSSR kuadran superior dan inferior
adalah yang paling sensitif terhadap perubahan tekanan bola mata dan cenderung
menjadi indikasi awal terjadinya glaukoma dan menjadi tanda glaukoma pre
perimetrik yang belum terdeteksi oleh pemeriksaan lapangan pandang. Namun
ketebalan kuadran lainnya juga memberikan arti penting dalam fungsi penglihatan
yang juga perlu dicermati (Kaushik & Pandav, 2010). Dalam melakukan
pemeriksaan OCT, salah satu yang harus diperhatikan adalah kejernihan optik.
Wong, et al., (2010), melaporkan bahwa kekeruhan media optik dapat mempengaruhi
hasil pemeriksaan OCT. Kekeruhan media yang ada dapat menurunkan kekuatan
sinyal optik sinar OCT. Kekuatan sinyal berkisar 0 hingga 10. Sinyal dibawah 6
menandakan hasil pengukuran yang kurang sahih dan kurang terpercaya. Maka
kekuatan sinyal adalah hal yang penting yang harus diperhatikan dalam
interprestasi hasil pemeriksaan (Lumbroso & Rispoli, 2009).
Hal- hal yang harus diperhatikan saat
menggunakan alat-alat berbasis OCT pada pemeriksaan penunjang medis meliputi:
keamanan bagi lingkungan klinik, pemajanan elektromagnetik tehadapa alat yang
lain harus diperhatikan, kualitas daya listik harus diperhatikan, dan radiasi
laser harus tetap dijaga pada level yang aman. Penggunaan alat-alat yang
menggunakan teknologi elektromagnetik sangat berpengaruh terhadap lingkungan
dan makhluk hidup disekitarnya. Oleh
karena itu, OCT yang digunakan harus aman bagi lingkungan klinik. Kualitas daya
listrik harus benar-benar dipastikan berada pada daya yang dibutuhkan, hal ini
akan berdampak pada pemancaran gelombang elektromagnetik yang hasilkan. OCT
biasanya menggunakan daya hanya beberapa miliwatt, dan terkadang radiasinya
akan jatuh dari radiasi standar maksimum yang digunakan pada kulit dan jaringan
lunak. Oleh karena itu, harus benar-benar malakukan pengecekan daya alat OCT.
Didalam keperawatan pun peran
keperawatan terhadap peralatan medis OCT untuk menunjang penegakan
diagnosis. Dengan adanya teknologi medis seperti
Optical Coherence Tomography (OCT) Posterior Segment, tentu saja bermanfaat
terhadap dunia kesehatan khususnya dunia keperawatan. Dengan munculnya
pemanfaatan OCT dalam bidang keperawatan memberikan kontribusi yang sangat
besar, hal tersebut membantu seorang perawat dalam mendiagnosis penyakit pada
daerah di belakang mata khususnya pada retina pasien tanpa harus menjalani
sebuah operasi terlebih dahulu dan hanya membutuhkan waktu beberapa menit. Karena
pada tomografi ini, saraf optik dan struktur retina digambarkan pada tingkat
resolusi yang sangat tinggi. Sehingga membantu dalam memberikan asuhan
keperawatan yang tepat untuk proses penyembuhan pasien, memudahkan perawat
dalam memonitor kesehatan pasien seperti memonitor bagian retina, ketebalan
retina, lapisan anatomi retina dan volume retina serta manifestasi klinis yang
timbul pada pasien untuk kemungkinan terjadinya penyakit pada retina mata
pasien. Selain dapat membantu menegakkan diagnosa OCT dapat digunakan untuk
terapi laser. Hal tersebut akan sangat membantu perawat dalam menunjang
penegakan diagnosis juga penelitian-penelitian dalam perkembangan ilmu
keperawatan sehingga asuhan keperawatan dapat diberikan secara tepat dan
optimal.
Untuk system kerja OCT ketika berkas sinar laser dioda mengenai suatu bahan (sampel)
uji, maka intensitas yang datang akan dilemahkan melalui proses absorpsi
(serapan) dan penghamburan oleh bahan uji tersebut menjadi . Intensitas berkas
sinar laser yang terlemahkan ini akan direspon oleh suatu fotodioda sebagai
sensor (detektor) sinar,seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. Dengan asumsi
Hukum Beer-Lambert berlaku, maka secara matematik fenomena ini dapat dinyatakan
sebagai dengan koefisien pelemahan (atenuasi) total yang tergantung pada proses
serapan dan hamburan sinar-laser, dan merupakan ketebalan bahan uji (Watanabe,
1998). Dalam penelitian ini diambil dua asumsi yaitu pertama proses hamburan
diabaikan, sehingga sinar laser secara sempurna diserap oleh bahan uji dan yang
kedua berkas sinar laser adalah berupa suatu garis tunggal. Dengan demikian,
bahan uji menjadi penghalang berkas sinar laser sebelum dideteksi oleh
fotodioda.
Pinsip dasar tomografi yaitu proses pelemahan
(atenuasi) sinar-laser oleh bahan uji Hasil program kontrol sistem tomografi
optik terkomputerisasi seperti tampak pada Gambar 9. Hasil pengambilan data
proyeksi dapat ditampilkan secara visual pada layar monitor, yaitu berupa
grafik dua dimensi dengan sumbu vertikal menunjukkan pergeseran bahan uji tiap
detik dan sumbu horisontal menunjukkan intensitas cahaya saat pencuplikan dalam
desimal.
Program
kontrol dari sistem tomografi optik terkomputerisasi ini dilengkapi beberapa
tombol dengan fungsi masing-masing.. Fungsi dari masing-masing tombol yang
tampak pada layar adalah sebagai berikut : 1. Tombol Mulai, digunakan untuk
memulai pengambilan data 2. Tombol Reset, digunakan untuk mereset seluruh
proses pengambilan data. 3. Tombol Keluar, digunakan untuk keluar dari program
sistem tomografi optik terkomputerisasi. 4. Data ke , menunjukkan banyaknya
data yang telah di ambil. 5. Grafik Proyeksi, Menunjukkan grafik pengambilan
data. 6. Data Proyeksi, Menunjukkan angka pengambilan data dalam bentuk Tabel.
Dalam unjuk kerja alat yang telah dirancang-bangun mencoba untuk melakukan
proses standar tomografi yaitu mengiris tampang lintang bagian tertentu dari
bahan uji. Secara teknis proses pengirisan ini dilakukan dengan menggeser
vertikal bahan uji. Untuk irisan bagian atas, berkas sinar laser akan terhalang
oleh satu penghalang yaitu berupa gabus berbentuk segiempat. Sementara itu pada
irisan bagian bawah, berkas sinar laser akan terhalangi oleh dua penghalang
gabus yaitu berbentuk segiempat dan segitiga.
Telah berhasil
dirancang sebuah sistem tomografi optik terkomputerisasi berbasis pada pasangan
berkas sinar laser dioda dan fotodioda sebagai detektornya. Perangkat lunak
sistem kontrol dibuat dengan menggunakan bahasa pemrograman Delphi 6, sedangkan
untuk rekonstruksi citra digunakan MATLAB 6.5
Peran perawat
memanfaatkan peralatan medis OCT untuk melakukan pelayanan dan asuhan keperawatan adalah
sebagai berikut:
a.
Peran Care Giver
Perawat bertindak sebagai pemberi asuhan
keperawatan. Perawat dapat memberikan pelayanan secara langsung dan tidak
langsung kepada pasien dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang
meliputi: pengkajian, menegakkan diagnosa keperawatan berdasarkan hasil
analisis data, merencanakan intervensi keperawatan sebagai upaya mengatasi
masalah yang muncul dan membuat langkah/cara pemecahan masalah, melaksanakan
tindakan keperawatan sesuai dengan rencana yang telah disusun, dan melakukan
evaluasi berdasarkan respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilakukan. Pemberian asuhan keperawatan, perawat melihat individu sebagai
mahluk yang holistik dan unik.penggunaan alat medis digunakan untuk mempermudah
kerja perawat dalam memberikan pelayanan;
b.
Peran Client Advocate
Perawat bertindak sebagai pembela untuk
melindungi pasien. Perawat berfungsi sebagai penghubung antara pasien dengan
tim kesehatan lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan pasien, membela kepentingan
pasien, dan membantu pasien memahami semua informasi dan upaya kesehatan yang
diberikan oleh tim kesehatan dengan pendekatan tradisional maupun
profesional.Peran advokasi mengharuskan perawat bertindak sebagai narasumber
dan fasilitator dalam tahap pengambilan keputusan terhadap upaya kesehatan yang
harus dijalani oleh pasien. Peran perawat sebagai advokasi mengharuskan perawat
untuk dapat melindungi dan memfasilitasi keluarga dan masyarakat dalam
pelayanan keperawatan. Perawat dapat menjadi advokat pasien untuk meminimalisir
efek dari penggunaan alat medis;
c.
Peran Educator
Perawat
memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien. Perawat membantu pasien untuk
meningkatkan kesehatannya melalui pemberian pengetahuan yang terkait dengan
keperawatan dan tindakan medis yang diterima sehingga pasien atau keluarga
dapat menerima tanggung jawab terhadap hal-hal yang diketahuinya. Peran perawat
sebagai pendidik juga dapat memberikan pendidikan kesehatan kepada kelompok
keluarga yang berisiko, kader kesehatan, dan masyarakat;
d.
Peran Collaborator
Perawat bekerjasama dengan tim
kesehatan lain dan keluarga dalam menentukan rencana maupun pelaksanaan asuhan
keperawatan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan pasien,ada
peralatan medis yang tidak dapat digunakan perawat secara mandiri;
e.
Peran Counsellor
Sebagai
pemberi bimbingan/konseling pasien. Tugas utama perawat adalah mengidentifikasi
perubahan pola interaksi pasien terhadap keadaan sehat sakitnya. Pola interaksi
ini merupakan dasar dalam merencanakan metode untuk meningkatkan kemampuan
adaptasinya. Memberikan konseling kepada pasien, keluarga, dan masyarakat
tentang masalah kesehatan sesuai prioritas. Konseling diberikan kepada
individu/keluraga dalam mengintegrasikan pengalaman kesehatan dengan pengalaman
yang lalu, pemecahan masalah difokuskan pada masalah keperawatan, dan mengubah
perilaku hidup ke arah perilaku hidup sehat;
f.
Peran
Coordinator
Perawat
menjadi koordinator untuk memanfaatkan sumber dan potensi dari pasien baik
materi maupun kemampuan pasien secara terkoordinasi sehingga tidak ada intervensi
yang terlewatkan maupun tumpang tindih;
g.
Peran Change Agent
Perawat menjadi pembaharu untuk melakukan
perubahan-perubahan. Perawat mengadakan inovasi dalam cara berpikir, bersikap,
bertingkah laku, dan meningkatkan keterampilan pasien/keluarga agar menjadi
sehat. Peran ini berhubungan dengan perencanaan, kerja sama, perubahan yang
sistematis dalam berhubungan dengan pasien, dan cara memberikan perawatan
kepada pasien;
h.
Peran Consultant
Perawat menjadi sumber informasi untuk
memecahkan masalah pasien. Peran ini secara tidak langung berkaitan dengan
permintaan pasien terhadap informasi tentang tujuan keperawatan yang diberikan
atau penggunaan alat medis yang akan di gunakan pasien. Perawat adalah sumber informasi yang
berkaitan dengan kondisi spesifik pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Kee,
Joyce Lefever. 1997. Buku Saku
Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik dengan Implikasi Keperawatan.
Jakarta: EGC.
Potter,
Patricia A. & Perry, Anne Griffin. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan
Konsep, Proses, Dan Praktik. Edisi 4. Jakarta: EGC.
Kusnanto.
2004. Pengantar Profesi Dan Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta: EGC.
Wojtkowski M et al. 2004. Ophthalmic imaging by spectral optical
coherence tomography. Am J Ophthalmol
Ilyas, S. 2008. Ilmu
Penyakit Mata : Retinopati Serosa Sentral.edisi ketiga. Fakultas
Kedokteran. Jakarta: Universitas Indonesia
James,
Bruce, dkk. 2005. Oftalmologi. Jakarta: Erlangga.
Kee, Joyce
LeFever. 1997. Buku Saku Pemeriksaan Laboratorium Dan Diagnostik Dengan
Implikasi Keperawatan. Jakarta: EGC.
Potter, Patricia. A. 1996. Pengkajian Kesehatan. Edisi 3.
Jakarta: EGC
Pottre dan
Perry. 2005. Fundamental Keperawatan: konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 4.
Jakarta: EGC.
Talley, Nicholas J. & Simon O’Connor. 1994. Pemeriksaan Klinis: Pedoman Diagnostik
Fisik. Jakarta: Binarupa Aksara.








